BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sidang Umum MPR tahun 1999
diselenggarakan sejak tanggal 1-21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien
Rais dikukuhkan menjadi Ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR.
Sedangkan pada Sidang Paripurna MPR XII, pidato pertanggungjawaban Presiden
Habibie ditolak oleh MPR melalui mekanisme voting . memunculkan tiga calon
presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi yang ada di MPR pada tahap pencalonan
presiden di antaranya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan
Yuzril Ihza Mahendra. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden Republik
Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilak sanakan pemilihan wakil presiden
dengan calonnya Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan wakil presiden
ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjalanan hidup Abdurahman
Wahid sebelum menjadi presiden RI?
2. Apa saja kelemahan dan kelebihan kepemimpinan
Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mngetahui latar belakang dan perjalanan
hidup Abdurahman Wahid sebelum menjadi presiden RI.
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan
kepemimpinan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang dan Perjalanan Hidup Presiden Abdurahman Wahid
Siang,
pukul 12.30
Oktober 1999, ketegangan yang memuncak di hari-hari Sidang Istimewa tiba-tiba
meledak menjadi ungkapan keterharuan sekaligus kebahagiaan yang tidak
tergambarkan. Abdurrahman Wahid secara mengejutkan dan luar biasa terpilih
sebagai Presiden RI ke-4 menggantikan B.J Habibie. Dimata banyak orang,
terutama kalangan Nadliyin, kemenangan Gus Dur merupakan puncak dari perjuangan
NU dalam memposisikan kiprahnya bagi bangsa Indonesia, dan juga kemenangan bagi
kalangan Islam modernis sekaligus harapan bagi demokrasi itu sendiri. Orang
yang tidak disukai pemerintah sebelumnya (Orba), yang mengenakan baju batik
ukuran longgar ketika mengerahkan ratusan ribu orang di Jantung Jakarta dua
tahun sebelumnya, seorang tokoh yang banyak merebut perhatian nasional sebab
mampu mengambil posisi sebagai oposisi, sekarang tanpa disangka menjadi
Presiden RI ke-4. Untuk itu kami angkat perjalanan hidup dan latar belakangnya
untuk mengenal lebih jauh lika-liku hidupnya.
Kehadiran Abdurrahman Wahid dikalangan
masyarakat Indonesia saat ini tidak lain disebabkan oleh kualitas pribadinya
yang luar biasa, disamping faktor lingkungan keluarga yang sangat mendukung.
Abdurrahman Wahid, cucu dari dua serangkai pendiri NU, Kiai Hasjim Asj'ari dan
Kiai Bisri Sjansuri, dilahirkan di Jombang pada tahun 1940. Ayah Abdurrahman
Wahid, Kiai Wahid Hasjim, adalah putra Kiai Hasjim Asj'ari, dan ibunya,
Solichah adalah putri Kiai Bisri Sjansuri. Sejak masa kanak-kanak, ibunya telah
diberi berbagai isyarat bahwa Abdurrahman Wahid, anaknya, akan mengalami hgaris
hidup yang berbeda dan memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawab tersebut
ternyata secara dramatis meningkat setelah kematian ayahnya dalam suatu
kecelakaan mobil, dan saat kecelakaan terjadi Abdurrahman Wahid duduk di
samping ayahnya di jok depan.
Ayah
Abdurrahman Wahid meninggal dunia dalam usia 40 tahun, dan saat itu masih
menjabat Ketua NU. Ibunya tetap melanjutkan peran informal yang vital dalam
menjalankan NU. Dan sejak ayahnya meninggal, ada sesuatu yang terasa berubah
secara tajam, yaitu bahwa rumah Abdurrahman Wahid mulai sepi dari orang-orang
dan para tamu penting.
Abdurrahman
Wahid tidak hanya dikenal dikalangan kiai NU dan para politisi, melainkan juga
oleh masyarakat luas Indonesia. Hal tersebut disebabkan bimbingan kedua orang
tuanya, saat ia masih kecil banyak berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktu
kecil ia sering banyak berhubungan dengan tradisi diluar NU. Waktru kecil ia
sering dititipkan pada seorang Belanda teman ayahnya dan saat itulah, menurut
Abdurrahman Wahid ia bersentuhan dan akhirnya mencintai musik-musik klassik
Eropa. Kemudian dari tahun 1953 sampai 1957, saat belajar di Sekolah Menengah
Ekonomi Pertama(SMEP) ia tinggal dirumah Kiai Haji Junaid, seorang Kiai
Muhammadiyah dan anggota Majlis Tarjih Muhammadiyah. Beberapa tahun kemudian ia
mondok di Pesantren Tegalrejo, sebuah pesantren NU terkemuka di Magelang. Dari
tahun 1957 sampai 1963, ia sempat nyantri di Pesantren Krapyak Yogyakarta dan
tinggal dirumah K:H:Ali Maksum.
Pada
tahun 1964 Abdurrahman Wahid meninggalkan Tanah Air menuju Kairo, Mesir untuk
belajar ilmu-ilmu agama dilingkungan Al Azhar Islamic University. Barangkali
tidak terlampau mengejutkan jika Abdurrahman Wahid sangat kecewa dengan
atmosfir intelektual di Al-Azhar yang memadamkan potensi pribadi karena tekhnik
pendidikannya yang masih bertumpu pada kekuatan hafalan. Meskipun demikian, ia
memanfaatkan waktu di Kairo ini dengan baik, yaitu dengan cara yang tidak
mengikuti pelajaran yang diberikan. Sebagai gantinya, ia kerap menghabiskan
waktu disalah satu perpustakaan yang lengkap di Kairo, termasuk American
University Library. Biarpun pada satu sisi ia kecewa dengan Al-Azhar sebagai
lembaga, namun pada sisi lain ia tetap menikmati kehidupan kosmopolitan Kairo,
bahkan beruntung karena terbukanya peluang untuk bergabung dengan
kelompok-kelompok diskusi dan kegiatan tukar pikiran yang umumnya diikuti para
intelektual Mesir. Yang perlu dicatat bahwa selama di Kairo, Abdurrahman Wahid
ternyata begitu tertarik pada film-film Perancis dan sepak bola.
Dari
Kairo Abdurrahman Wahid terbang ke Baghdad. Di kota ini ia lewati dengan penuh
rasa bahagia karena mempelajari sastra Arab, tapi juga filsafat dan teori
sosial Eropa, disamping terpenuhinya hobi dia menonton film-film klassik.
Bahkan Abdurrahman Wahid merasa lebih senang dengan sistem yang diterapkan
Universitas Baghdad, yang dalam beberapa segi dapat dikatakan lebih
berorientasi Eropa daripada sistem yang diterapkan Al-Azhar. Dan selama belajar
di Timur-Tengah inilah Abdurrahman Wahid menjadi ketua Persatuan Mahasiswa
Indonesia untuk Timur Tengah masa bakti 1964-1970.
Ditahun
1971, ia mampir ke Eropa dengan harapan memperoleh penempatan disebuah
universitas, tapi sayang sekali ternyata kualifikasi-kualifikasi mahasiswa dari
Timur Tengah tidak diakui di universitas-universitas Eropa. Inilah yang
memotivasi Abdurrahman Wahid pergi ke McGill University Kanada untuk
mempelajari kajian-kajian keislaman secara mendalam. Namun pada akhirnya ia
memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah terilhami berita-berita yang
menarik sekitar perkembangan dunia pesantren.
Tahun
1971 Abdurrahman Wahid kembali ke Indonesia, kembali ke dunia pesantren. Dari
tahun 1972 hingga 1974, ia menjadi dosen disamping Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Hasjim Asj'ari Jombang. Kemudian tahun 1974 sampai 1980 menjadi
sekretaris Umum Pesantren Tebuireng, jombang. Selama periode inilah secara
teratur ia semakin terlibat dalam kepengurusan NU dengan menjabat Khatib Awal
PB Syuriah NU sejak tahun 1979.
Sejak
kepindahannya ke Jakarta pada tahun 1978, Abdurrahman Wahid menjadi pengasuh
Pesantren Ciganjur Jakarta Selatan. Ia juga terlibat banyak dalam acara dan
kegiatan di Jakarta termasuk menjadi tenaga pengajar pada program training
untuk pendeta Protestan. Disekitar pertengahan 1970-an secara beraturan ia
telah menjalin hubungan dengan Cak Nur dan Djohan Effendi, maka saat ia pindah
ke Jakarta pada tahun 1978 ia semakin intens bergabung dengan teman-teman ini
dalam rangkaian forum-forum akademik dan kelompok-kelompok kajian. Sekalipun
Abdurrahman Wahid tidak pernah mempunyai kesempatan belajar dalam pendidikan
ala Barat, namun sejak usia muda ia telah cukup banyak menelaah bacaan-bacaan
yang bersumber dari literatur Barat.
Bersamaan
dengan itu, Abdurrahman Wahid juga memulai melibatkan dirinya dikalangan
intelektual yang lebih luas di Jakarta. Dari tahun 1982 hingga 1985, ia menjadi
Ketua Dewan Kesenian Jakarta, dan dua kali terpilih sebagai Ketua Dewan Juri
Festival Film Nasional. Penunjukkan dirinya untuk berkiprah di dunia film, bagi
tokoh dari dunia pesantren, seorang 'alim seperti Abdurrahman Wahid, tentu saja
sangat tidak lazim dan mengundang kontroversi.
Tahun
1980-1983 Abdurrahman Wahid dipilih sebagai salah satu seorang yang turut serta
memberikan pertimbangan atas penerima penghargaan Agha Khan Award untuk
arsitektur Islam di Indonesia. Dan sejak tahun 1994 ia menjadi penasehat untuk
Proyek Pembinaan Dialog Internasional untuk kajian-kajian Wawasan dan Hukum
Sekular di The Hague.
Pada
bulan Desember 1984, Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Ketua Umum PB Syuriah
NU. Dengan terpilihnya ia, berarti berakhirlah pula jabatan dan masa
kepengurusan Idham Chalid sebagai ketua Umum. Seperti halnya tradisi NU, tidak
diragukan lagi bahwa ada unsur-unsur harapan yang mesianik dalam pemilihan
Abdurrahman Wahid ini dan ia ternyata berhasil memenuhi janjinya berhadapan
dengan perubahan. Upaya Abdurrahman Wahid mengembalikan NU sebagai organisasi
yang bergerak diwilayah sosio-keagamaan berhasil mencapai sasarannya dan ia pun
secara luas berhasil mencapai perubahan luar biasa dalam cara pandang NU. Abdurrahman
Wahid memperlihatkan bahwa demi keuntungan organissasi dan masyarakat, Nu harus
beralih dari kegiatan politik-kepartaian, tidak saja berdasarkan pragmatisme,
melainkan juga atas nama pluralisme. Tentu saja tidak setiap orang dalam NU,
bahkan tidak semua orang-orang luar yang mendukungnya mengerti atau dapat
memahami cara berfikir yang dikembangkan Abdurrahman Wahid bahwa sektarianisme
merupakan ancaman serius bagi keharmonisan masyarakat Indonesia yang majemuk.
Lebih jauh Abdurrahman Wahid berhasil membongkar cara berfikir komunitas NU
terhadap pluralisme bahkan sampai pada titik penghormatan perihal
keanekaragaman, khususnya dikalangan anak mudanya. Abdurrahman Wahid juga
berhasil dalam mempengaruhi masyarakat Indonesia secara lebih luas agar memaklumi
hubungan antara pluralisme dan demokrasi, sehingga lahir sebuah kedewasaan baru
bagi umat Islam ataupun masyarakat luas.
B. Kelemahan dan Kelebihan Kepemimpinan Presiden
Gus Dur di Indonesia
1.
Di Bidang Politik
a. Kelebihan :
1) Membentuk Kabinet Persatuan Nasional
2) Sering melakukan perjalanan luar negeri
dengan tujuan menjalin kerjasama dengan negara lain, menarik investasi,
menerima penghargaan, berobat, sekaligus menghadiri bebagai forum dunia seperti
forum ekonomi dunia atau pertemuan negara G-77.
3) Politik Luar Negeri Yang Bebas Aktif
Dengan kunjungan keluar negeri
sebenarnya merupakan pemborosan, akan tetapi ini dilakukan untuk mengangkat
citra Negara Indonesia. Akibat rezim Pak Soeharto, citra Indonesia dikenal
sebagai negara totaliter dengan tingkat demokratisasi yang rendah.
Untukmengatasi hal tersebut Presiden Gus Dur melakukan kunjungan ke Negara
Negara yang tergabung dalam ASEAN, Afrika, Eropa, hingga Benua Amerika. Karena
kunjungan ini politik politik bebas aktif begitu kentara. Seringnya Presiden
Gus Dur berkunjung ke luar negeri ini ternyata mendapat respon positif dari
dunia, bahkan membuka peluang kerjasama (terutama kerjasama dalam bidang
perdagangan).
4) Iklim Politik Yang Demokratis
Semua tahu bahwa pada masa Gus Dur
suasana demokratis mulai tampak terwujud. Hal ini dapat terlihat dengan
tindakan gusdur yaitu:
5) Penghapusan peraturan yang merugikan
kaum minoritas.
6) Pembubaran instansi negara yang tak lagi
efektif (departemen penerangan dan sosial) hengga “niat” Gusdur ini membuka
hubungan diplomati dengan Israel.
7) Kecenderungan pemikiran Gusdur yang
menghargai kebebasan idividu dan keberagaman (dasar dari demokrasi) serta
reformis.
8) Pada masa Abdurrahman Wahid terjadi perubahan
drastis dalam bidang keterbukaan media. Gus Dur melikuidasi departemen
penerangan, sehingga media massa lebih leluasa melakukan aktivitasnya.
9) Gus Dur terkenal dengan faham pluralismenya.
Pada eranya lah kelompok minoritas Tionghoa mendapatkan pengakuan lebih besar,
seperti dalam pengurusan dokumen kependudukan dan penetapan Imlek sebagai hari
libur nasional.
10)
Sayang, sistem dan pola pemerintahan Gus Dur
tidak berjalan dengan baik. Terjadi kegaduhan politik yang tidak perlu,
sehingga stabilitas politik tidak terjaga.
11)
Stabilitas politik yang buruk menyebabkan
stabilitas ekonomi berjalan pincang.
b. Kelemahan :
1) Presiden Abdurahman Wahid sering
melontarkan pernyataan-pernyataan kepada media yang kerap memanaskan suhu
politik Tanah Air. Hal tersebut menimbulkan keguncangan situasi politik dalam
negeri. Salah satunya yaitu soal reshuffle cabinet atau desakan mundur terhadap
sejumlah menteri.
2) Rendahnya tingkat popularitas Gusdur
3) Masyarakat kurang antusias dengan gaya
pemerintahan Gusdur.
4) Dengan beberapa keputusan yang
kontroversial membuat gusdur bukan sosok yang populis. Sebagian kalangan menganggap
Gus Dur adalah tokoh nasionalyang diakui kecemerlangannya. Sebagai sosok utama
di kalangan Nahdiyin (basis massa keagamann organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur
memang disegani kepemimpinannya. Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus
arif dalammembuat kebijakan, Gus Dur
diragukan kemampuannya.
5) Tak Punya Basis Politik yang Kuat di
Paremen (MPR/DPR)
6) Gus Dur bukanlahtokoh dari partai yang
memenangkan pemilu. Partai yang mengusungnya saat itu (PKB), bukan
partaidengansuara terbanyak.
7) Proses terpilihnya Gus Dur punterbilang
unik. Hasil dari lobby-lobby plitik
yang akhirnya membuat Gus Dur dipilih sebagai
presiden. Akibatnya, dalam kabinet pemerintahan yang dibentuk oleh Gus
Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua
partai tanpamelihat kesamaan platform
(visi/misi) dengan dirinya.
8) Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang
awalnya menunjukkan dukungan, sedikit demi sedikit menarik dukungannya. Simpati
berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur pun dilengserkan oleh MPR dan
“dipaksa” keluar dari Istana Negara hanya dengan celana pendek dan kaos
singlet.
2.
Di Bidang Ekonomi
a. Kelebihan :
1) Memberi kebebasan seluas-luasnya kepada
setiap suku terutama Tionghoa yang notabenenya banyak berkecimpung di bidang
ekonomi dengan seluas-luasnya.
2) Berani bersikap dan tegas juga pada
sector-sektor ekonomi
b. Kelemahan :
1) Keterbatasan fisik sehingga performa
beliau dalam memimpin negeri ini kurang maksimal yang berimbas pada bidang
ekonomi.
2) Seringnya melakukan perjalanan luar
negeri sehingga dianggap menghamburkan APBN.
3.
Di Bidang Sosial
a. Kelebihan :
Dapat menciptakan kehidupan rukun antar
umat beragama dan antar suku di Indonesia.
b. Kelemahan :
Ada banyak pengangguran di Indonesia
sekitar 13,7 juta penganggur.
4.
Di Bidang Budaya
a. Kelebihan :
Untuk mengatasi masalah disintegrasi dan
konflik antar umat beragama, Gus Dur memberikan kebebasan dalam kehidupan
bermasyarakat dan beragama.
Hak tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa
keputusan presiden yang dikeluarkan, yaitu :
1) Keputusan Presiden No.6 tahun 2000
mengenai Pemulihan Hak Sipil Penganut Agama Konghucu. Etnis Cina yang selama
Orde Baru dibatasi, maka dengan adanya Keppres No.6 dapat memiliki kebebasan
dalam menganut agama maupun menggelar budayanya secara terbuka misalnya
pertunjukan barongsai.
2) Menetapkan Tahun Baru Cina (IMLEK)
sebagai hari besar agama, sehingga menjadi hari libur nasional.
b. Kelemahan :
Kerusuhan antar etnis terus berlanjut.
Kerusuhan terutama berbahaya adalah pembunuhan antara umat Islam dan Kristen di
Maluku yang menewaskan lebih dari seribu orang sepanjang tahun 1999.
5.
Di Bidang Pertahanan dan Keamanan
a. Kelebihan :
1) Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur
mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan
kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal
tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga
mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme
dicabut.
2) Gus Dur memberikan Aceh referendum.
Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti
referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih
lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri
Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Jayapura di
provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan
pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
b.
Kelemahan
:
Akibat
restrukturisasi lembaga pemerintahan menyebabkan kondisi politik yang tidak
stabil atau sering terjadi pertentangan antar partai bahkan pertentangan intern
partai.
6.
Di Bidang Ideologi
Ideologi
yang ada pada masa pemerintahan Gus Dur menggunakan Ideologi Pancasila.
C.
Keberhasilan dan Kegagalan
Meskipun memimpin kurang lebih
2 tahun tepatnya 20 Oktober 1999 hingga 23 Juli 2001, Gus Dur telah menuai
keberhasilan pada masany namun juga mengalami kegagalan dalam pemerintahannya
di Indonesia.
1.
Keberhasilan
a.
Politik Luar Negeri yang Bebas Aktif
Mampu
memperbaiki citra Indonesia di mata negara-negara lain dengan melalui kunjungan
ke luar negeri dan sekaligus membuka peluang kerjasama.
b.
Iklim Politik yang Demokratis
Telah
membawa Indonesia ke dalam taraf demokratisasi yang lebih baik lagi melalui
perdamaianny dengan Israel.
2.
Kegagalan
a.
Rendahnya Tingkat Popularitas Gus Dur
Dengan beberapa keputusannya yang kontroversial (menuai banyak kritik),
membuat Gus Dur buka sosok yang populis. Bahkan ketika masa 100 hari
pemerintahannya pun, tingkat popularitas Gus Dur sudah melorot jauh dari
tingkat sebelumnya.
Sebagian kalangan menganggap Gus Dur adalah tokoh nasional yang diakui
kecermelangannya. Sebagai sosok utama di kalangan Nahdiyin (basis masa
keagamaan organisasi Nahdatul Ulama), Gus Dur memang disegani kepemimpinannya.
Tapi, sebagai seorang negarawan yang harus arif dalam membuat kebijakan, Gus
Dur siragukan kemampuannya.
b.
Tidak Memiliki Basis Politik yang Kuat di Parlemen
(MPR/DPR)
Gus Dur bukanlah tokoh dari partai yang memenagkan pemilu. Partai yan
mengusungnya pada saat itu ( PKB), bukan partai dengan suara terbanyak.
Proses terpilihnya Gus Dur adalah hasil dari lobby-lobby politik yang
akhirnya membuat Gus Dur terpilih sebagai presiden. Akibatnya, dalam kabinet
pemerintahan yang di bentuk oleh Gus Dur, ia “terpaksa” merengkuh semua partai
tanpa melihat kesamaan platform (visi/misi) dengan dirinya.
Dengan gaya Gus Dur yang ceplas-ceplos, membuat banyak pihak yang awalnya
menunjukan dukungan. Simpati berubah menjadi antipati. Puncaknya, Gus Dur
dilengserkan oleh MPR dan “dipaksa” keluar dari istana Negara hanya dengan
celana pendek dan kaos singlet.
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan pada bab II dapat disimpulkan bahwa
Abdurahman Wahid (Gus Dur) adalah putra pertama dari enam bersaudara yang
dilahirkan di Denanyar Jombang Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940. Secara
genetik Gus Dur adalah keturunan “darah biru”. Ayahnya, K.H. Wahid Hasyim
adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iytah Nahdlatul Ulama (NU)
organisasi masa Islam terbesar di Indonesia dan pendiri Pesantren Tebu Ireng
Jombang. Ibundanya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri pendiri Pesantren
Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan
tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
Dengan demikian Gus Dur merupakan cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua
tokoh bangsa Indonesia.
Pada masa pemerintahannya tentu saja banyak kelebihan
maupun kekurangan dari kepemimpinan Abdurahman Wahid (Gus Dur) ini selama
menjabat sebagai presiden RI.
B. SARAN
Ideologi Pancasila hendaknya tetap dipertahankan di
Negara Indonesia ini demi persatuan dan kesatuan Negara Indonesia ini. Semua
kelebihan yang ada dalam masa pemerintahan Gus Dur hendaknya dapat tetap
dijalankan dan dipertahankan di Indonesia. Agar Negara Indonesia menjadi negara
yang maju dan juga dapat bersaing dengan Negara lain.
DAFTAR PUSTAKA